Banyak
orang meski mengaku mencintai tapi tidak tau apa itu cinta. Ada yang menganggap
cinta itu buta, padahal apabila cinta itu disamakan dengan kebutaan maka tidak
akan ada bedanya dengan hawa nafsu. Bila cinta tidak dianggap buta berarti
cinta itu melihat, akan tetapi jika cinta itu melihat maka artinya cinta itu
mengamati, dan hasil pengamatan akan menimbulkan pemikiran. Sehingga tidak akan
ada bedanya cinta dengan logika. Lalu sebenarnya apa cinta? Hm,.... sebagai
seorang muslim kita harus menemukan jawabannya dari segi agama, bukan dari segi
kira-kira atupun angan-angan yang tidak berdasar.
Sesuai
firman Allah dalam QS Al-An’am ayat 12: (Katakanlah: "Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di
bumi." Katakanlah: "Kepunyaan Allah." Dia telah menetapkan atas
Diri-Nya kasih sayang,....). Seorang muslim pasti tau bahwa Allah
SWT memiliki sifat الرَّحْمنِ dan الرَّحِيْمِ yaitu Maha
Pengasih dan Maha Penyayang. Dan dari sifat tersebut Allah mencurahkan rahmat
kepada manusia berupa kasih sayang yang diwujudkan dalam satu rasa cinta. Jadi
pada hakikatnya cinta itu bukan berasal dari hati ataupun dari pikiran,
melainkan dari Allah SWT. Seorang muslim tidak akan mencapai keimanan yang
sejati apa bila tidak memiliki cinta. Sesuai sabda Nabi SAW :
عَنْ اَنَسٍ عَنِ النَّبِيّ ص قَالَ: لاَ يُؤْمِنُ اَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ
ِلاَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ. البخارى 1: 9
Artinya: Dari Anas,
dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Tidak beriman seseorang diantara kalian,
sehingga dia cinta untuk saudaranya sebagaimana dia cinta untuk dirinya
sendiri". [HR. Bukhari juz 1, hal. 9].
Lalu
pada siapakah kita akan mengarahkan rasa cinta itu? Sebagai seorang muslim kita memiliki porsi yang ideal untuk
mencintai dalam hadis disebutkan:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اْلاِيْمَانِ: اَنْ يَكُوْنَ
اللهُ وَ رَسُوْلُهُ اَحَبَّ اِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَ اَنْ يُحِبَّ
اْلمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ اِلاَّ ِللهِ وَ اَنْ يَكْرَهَ اَنْ يَعُوْدَ فِى
اْلكُفْرِ بَعْدَ اَنْ اَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ اَنْ يُقْذَفَ فِى
النَّارِ. البخارى و مسلم
Artinya: Tiga
perkara, barangsiapa memilikinya ia akan merasakan lezatnya iman : cinta kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaannya kepada yang lain, cinta kepada orang lain karena Allah, dan membenci kekafiran sebagaimana ia
merasa benci dicampakkan ke dalam neraka. [HR.
Bukhari dan Muslim]
Pada
hadis tersebut dijelaskan tingkatan kemana kita mengarahkan cinta kita yaitu:
a. Cinta kepada Allah SWT dan
Rasulullah SAW
b. Cinta kepada orang lain karena Allah
bisa terhadap Orang tua, sahabat, ataupun yang lain selama orang tersebut
sesasama umat islam, karena sesama orang islam adalah saudara, dan Tidak akan disebut beriman apabila tidak mencintai saudaranya
sebagaimana cinta kepada dirinya sendiri.
Lalu
bagaina sikap kita terhadap orang yang bukan muslim (kafir)? Padahal hadis
diatas memerintahkan kita agar benci kepada kekafiran.
Memang
benar hadis tersebut sahih, namun benci yang dimaksudkan dalam hadis ini bukan
berarti benci kepada orang non muslim (kafir). Melainkan benci terhadap
sifat-sifat kekafiran, salahsatunya seperti mempersekutukan Allah. Tentu saja
kita harus membenci perbuatan ataupun sifat-sifat yang demikian itu. Dan sikap
kita terhadap orang yang non muslim hendaknya kita saling menghormati dan tidak
saling mengganggu dalam ibadah masing-masing. Sesuai firman Allah SWT dalam QS
Al-Kafirun.
,أَعْبُدُ مَا عَابِدُونَ أَنْتُمْ
وَلا,تَعْبُدُونَ مَا أَعْبُدُ
لا,الْكَافِرُونَ أَيُّهَا
يَا
قُلْ
.دِينِ وَلِيَ
دِينُكُمْ لَكُمْ,أَعْبُدُ مَا
عَابِدُونَ أَنْتُمْ وَلا,عَبَدْتُمْ
مَا عَابِدٌ أَنَا وَلا
Artinya: Katakanlah: "Hai orang-orang yang
kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah
Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku".
[ QS
Al-Kafirun ayat 1 - 6]
Bersambung,.........
Comments
Post a Comment